Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita

Suara dari Mappi: Boneka Tangan, Buku, dan Hutan Papua yang Bicara

67
×

Suara dari Mappi: Boneka Tangan, Buku, dan Hutan Papua yang Bicara

Sebarkan artikel ini

Capt: Foto bersama usai kegiatan edukasi “Boneka Tangan Membaca Nyaring” — upaya menanamkan kesadaran pencegahan kekerasan seksual dan kepedulian lingkungan kepada anak-anak di Kampung Rep, Mappi.

Example 468x60

MAPPI, Nemangkawipos.com – Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat, pada tahun 2022 terdapat 21.241 anak menjadi korban kekerasan di Indonesia. Angka ini meningkat drastis dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 17.079 kasus. Bentuk kekerasan yang dialami tidak hanya fisik, tetapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi.

Dari jumlah itu, 9.588 anak menjadi korban kekerasan seksual. Secara khusus di dunia pendidikan, peserta didik sekolah dasar (SD) tercatat sebagai kelompok yang paling rentan. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2018–2019 menunjukkan, 64,7% korban kekerasan seksual adalah siswa SD, disusul SMP sebesar 25,37%, dan SMA/sederajat 11,77%.

Baca Juga :

Di Tanah Papua, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Papua mencatat ada 104 kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2024, terdiri dari 34 anak laki-laki dan 70 anak perempuan. Sementara itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Mappi belum memiliki data pasti. Namun, ketiadaan data bukan berarti kekerasan tidak terjadi.

Bukankah mencegah selalu lebih baik daripada mengobati?

Boneka Tangan yang Mengajarkan Ketegasan

Untuk menumbuhkan kesadaran sejak dini, penulis berkolaborasi dengan Komunitas Lokal AYORA (Ayo Bersuara) dan Perpustakaan Kampung Rep, Distrik Obaa, melakukan edukasi pencegahan kekerasan seksual kepada 130 peserta didik SD YPPK St. Yakobus Kampung Rep.

Metode yang digunakan adalah storytelling dengan boneka tangan — cara yang sederhana namun efektif untuk mengajarkan anak-anak tentang bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh, serta bagaimana bersikap tegas terhadap orang yang menunjukkan perilaku tidak pantas.

Pendidikan seksualitas sejak dini sering disalahpahami sebagai ajaran yang mendorong perilaku menyimpang. Padahal, pendidikan seksualitas bertujuan agar anak memahami tubuhnya dan belajar menjaga diri dari kekerasan seksual. Edukasi ini memerlukan waktu, kesabaran, dan kolaborasi dari berbagai pihak.

Hutan Papua, Rumah yang Mulai Gundul

Bayangkan hutan Papua seperti perpustakaan besar yang berisi buku-buku tua dan langka. Setiap pohon menyimpan rahasia kehidupan. Ketika penebangan liar terjadi, seolah seseorang memasuki perpustakaan itu lalu mencuri buku-buku berharganya untuk keuntungan pribadi.

Bagi masyarakat Papua, hutan adalah rumah dan istana kehidupan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Pulau Papua memiliki tutupan hutan sebesar 33,12 juta hektare atau 32,2% dari total hutan Indonesia. Namun, kini luas tersebut menyusut menjadi hanya 663.443 hektare akibat deforestasi.
Dalam periode Januari–Februari 2024, deforestasi di Papua telah mencapai 765,71 hektare.

Kerusakan hutan membawa dampak serius terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat adat. Keanekaragaman hayati hilang, iklim berubah, sumber penghidupan menipis, dan identitas budaya mulai tergerus.

Untuk mengatasinya, diperlukan pengawasan yang lebih ketat, penegakan hukum yang tegas, serta keterlibatan aktif masyarakat adat. Selain itu, pendidikan dan kesadaran lingkungan menjadi kunci menjaga keberlanjutan konservasi.

Membaca Nyaring untuk Bumi dan Anak

Sebagai bentuk partisipasi masyarakat, penulis berkolaborasi dengan komunitas Buibu Baca Buku Book Club, yang berfokus pada pemberdayaan perempuan melalui literasi dan berpikir kritis. Komunitas ini memberikan buku seri “Keluarga Panik” tentang literasi iklim kepada anak-anak di Kabupaten Mappi.

Melalui kegiatan membaca nyaring, sebanyak 23 peserta didik kelompok bermain, 130 peserta didik SD, dan 25 peserta didik SMP mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan sekaligus membuka wawasan tentang pentingnya menjaga lingkungan.

Perubahan iklim dapat mengganggu pendidikan, memengaruhi kesehatan, bahkan meningkatkan kerentanan terhadap kekerasan anak. Mungkin boneka tangan yang berbicara tentang iklim dan kekerasan pada anak terdengar sederhana, tapi suara kecil itu telah menjadi kekuatan untuk kebaikan bersama.

Bagaimana dengan kamu?

Editor: Redaksi
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *