TIMIKA, NemangkawiPos.com – Pelaksana Tugas (Plt) Lurah Kelurahan Wania, Moses Gwijangge, meminta Pemerintah Daerah (Pemda) Mimika melalui Inspektorat Daerah untuk turun tangan dan menindaklanjuti program padat karya Tahun Anggaran (TA) 2025 di Distrik Mimika Timur yang dinilai tidak tuntas dan tidak merata.
Menurutnya, program senilai Rp 6 miliar ini seharusnya menyasar lima kampung dan satu kelurahan di Distrik Mimika Timur, namun faktanya hanya dilaksanakan di Kampung Mware, Kampung Kaugapu, dan Kelurahan Wania, sementara Kampung Hiripau, Poumako, dan Tipuka tidak mendapat bagian.
Selain pembagian yang tidak merata, program ini juga tidak melibatkan swadaya masyarakat, tetapi dikerjakan oleh kontraktor menggunakan alat berat (excavator), yang bertentangan dengan prinsip program padat karya.
Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) KNPI Distrik Mimika Timur, Mikhael A. Warawarin, S.IP, mengecam ketidakseimbangan dalam pelaksanaan proyek padat karya ini.
“Sungguh aneh tapi nyata, apakah tiga kampung ini bukan bagian dari Distrik Mimika Timur? Seharusnya proyek padat karya ini dibagi secara merata, bukan hanya di beberapa lokasi saja,” ujar Maikel, Kamis (6/3/2025).
Maikel juga menyoroti bahwa anggaran Rp 6 miliar yang sudah dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil di lapangan, karena proyek belum tuntas dan manfaatnya tidak maksimal bagi masyarakat.
“Kalau kita hitung-hitungan, Rp 6 miliar dibagi untuk 2 kampung dan 1 kelurahan, berarti masing-masing mendapatkan sekitar Rp 2 miliar. Ini sungguh luar biasa, tetapi hasilnya tidak sebanding,” katanya.
Menurut Maikel, proyek ini lebih menguntungkan pihak kontraktor dibandingkan masyarakat setempat, yang seharusnya menjadi penerima manfaat langsung dari program padat karya.
Melihat berbagai kejanggalan dalam proyek ini, DPC KNPI Distrik Mimika Timur meminta Inspektorat Daerah Kabupaten Mimika untuk segera memanggil pihak-pihak yang bertanggung jawab atas proyek padat karya ini.
“Kami pemuda, dalam hal ini saya sebagai Ketua KNPI Distrik Mimika Timur, meminta agar Inspektorat Daerah segera turun tangan dan memanggil mereka yang menangani proyek ini. Mereka harus bertanggung jawab atas ketimpangan dan ketidaksesuaian proyek ini,” tegasnya.
Maikel menegaskan bahwa proyek ini tidak hanya mengecewakan tetapi juga merugikan masyarakat, karena program yang seharusnya memberikan manfaat langsung bagi warga justru tidak dikelola dengan baik dan transparan.
“Ini sangat memalukan sekaligus merugikan masyarakat. Jangan sampai proyek ini hanya menjadi proyek ‘asal jalan’ tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas,” pungkasnya.