TIMIKA, Nemangkawipos.com – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, bersama rombongan melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Papua Tengah, Kamis (1/5/2025), dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan Daerah Otonomi Baru (DOB). Pertemuan yang berlangsung di Hotel Horison Diana Timika dihadiri oleh jajaran pemerintah.
Dalam wawancara bersama Nemangkawipos.com, Zulfikar menyoroti tantangan utama yang dihadapi daerah, khususnya terkait keterbatasan kewenangan dalam perizinan usaha serta ketimpangan pengelolaan dana transfer dari pusat.
“Memang dalam undang-undang saat ini, perizinan perusahaan ditangani oleh pusat. Provinsi punya kewenangan, tapi belum seperti yang diharapkan. Karena itu, ke depan kita pikirkan bagaimana formula dana transfer ke daerah bisa lebih adil,” ujarnya.
Zulfikar menegaskan bahwa daerah-daerah penghasil seharusnya mendapat alokasi dana transfer dan dana bagi hasil yang lebih proporsional, guna mendorong percepatan pembangunan daerah.
Ia juga menekankan pentingnya memperkuat peran pengawasan provinsi terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayahnya.
“Pemerintah provinsi harus diberi sebagian kewenangan pusat, agar mereka tidak diabaikan oleh perusahaan yang beroperasi di daerah,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, Komisi II DPR RI akan mendorong rapat gabungan dengan Komisi XI yang membidangi keuangan negara untuk membahas dana transfer ke daerah, termasuk dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang menurutnya tidak boleh dipotong karena sudah diamanatkan oleh undang-undang.
Sementara itu, Gubernur Papua Tengah, Meki Fritz Nawipa, menyampaikan aspirasi serupa kepada Komisi II DPR RI. Ia meminta agar kewenangan penerbitan izin pertambangan dikembalikan ke daerah, khususnya di tingkat provinsi.
“Seluruh izin tambang, migas, dan minerba sekarang semua dikendalikan dari Jakarta. Ini bukan hanya di Papua Tengah, tapi seluruh gubernur di Indonesia juga mengeluhkan hal yang sama,” kata Meki.
Gubernur pertama Papua Tengah itu mengungkapkan bahwa kesenjangan antara masyarakat lokal dan pusat semakin terasa akibat sentralisasi izin tersebut.
“Kapan kita mau mandiri kalau seperti ini?” ujarnya.
Meki berharap Komisi II DPR RI dapat menyuarakan aspirasi daerah agar Gubernur memiliki wewenang menetapkan izin usaha pertambangan sesuai dengan kepentingan daerah dan masyarakat lokal.
“Kalau bisa, izinnya dikembalikan ke Gubernur supaya kami bisa mengatur mana yang bisa jalan dan mana yang tidak,” tegasnya.