Example floating
Example floating
organisasi

“Jila Menangis, Negara Diam? Ipmami Se-Jawa Bali Angkat Suara Lantang”

476
×

“Jila Menangis, Negara Diam? Ipmami Se-Jawa Bali Angkat Suara Lantang”

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

TIMIKA, Nemangkawipos.com – Peristiwa penembakan pada 31 Oktober 2025 di Kampung Pilig Ogom, Distrik Jila, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, kembali memperlihatkan betapa rentannya masyarakat sipil di wilayah pegunungan Papua. Insiden tersebut bukan hanya menambah daftar panjang kekerasan, tetapi juga meninggalkan tekanan psikologis mendalam bagi warga yang terpaksa mengungsi dan diwajibkan melapor setiap hari ke Pos TNI–Polri. (14/11/2025)

Mahasiswa Mimika yang tergabung dalam Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Mimika (Ipmami) Se-Jawa Bali menegaskan bahwa situasi ini tidak bisa lagi dipandang sebagai “kejadian biasa” di daerah konflik. Menurut mereka, penderitaan warga Jila adalah alarm keras bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk menghentikan pola kekerasan yang terus berulang.

Mediator Ipmami Wilayah Bandung, Melian Magal, menyatakan bahwa mahasiswa Mimika terpanggil untuk bersuara karena negara tampak lambat dalam memberikan perlindungan kepada masyarakatnya.

Baca Juga :

“Kami harus bersuara karena keluarga kami di Jila hidup dalam ketakutan. Mereka butuh perlindungan, bukan tekanan yang terus menambah trauma psikologis,” tegasnya.

Sikap ini mewakili seluruh jaringan Ipmami di Jadetabek, Bogor, Bandung, Salatiga, Semarang, Surabaya, Malang, Cilacap, Bali, hingga Jogja-Joglo.

Ipmami menyebut pola kekerasan yang berulang terhadap masyarakat sipil menunjukkan kegagalan negara dalam menghormati HAM, sekaligus mengabaikan trauma kolektif Papua akibat konflik jangka panjang. Menurut mereka, pendekatan keamanan yang berlebihan justru memperlebar luka sejarah dan memperdalam jarak antara masyarakat dan negara.

Dalam pernyataan sikapnya, Ipmami menyampaikan empat tuntutan mendesak untuk keselamatan masyarakat Jila dan stabilitas Mimika:

1. Menuntut Presiden RI menarik pasukan TNI–Polri dari Tanah Papua, khususnya Distrik Jila, karena keberadaan aparat dalam jumlah besar dinilai memperburuk kondisi psikologis masyarakat.

2. Meminta Pemkab Mimika bertanggung jawab penuh atas situasi kemanusiaan di Jila, termasuk pemenuhan mandat perlindungan HAM sebagaimana diatur dalam UU No. 39/1999.

3. Mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum menghentikan konflik horizontal di Kabupaten Mimika, dengan penyelesaian damai yang mengutamakan hak masyarakat adat serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

4. Menuntut jaminan perlindungan bagi masyarakat sipil sesuai UUD 1945 Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 30 ayat (4), bahwa negara wajib memberi rasa aman, bukan menambah penderitaan rakyat.

Wakil Presiden Ipmami Se-Jawa Bali, Melau Beanal, menambahkan bahwa pemerintah pusat perlu mengevaluasi keberadaan pasukan non-organik yang ditempatkan di wilayah pedalaman tanpa koordinasi dengan lembaga adat setempat. Ia juga menyoroti konflik horizontal di Kwamki Narama yang belum terselesaikan hingga kini.

“Pemkab Mimika, DPRK, Lemasa, Lemasko, tokoh masyarakat, dan para kepala suku harus turun tangan. Hukum dan adat harus berjalan berdampingan untuk mengakhiri kekacauan ini,” ujarnya.

Ipmami menegaskan komitmennya untuk terus menyuarakan ketidakadilan di tanah kelahiran mereka, hingga masyarakat kembali hidup aman dan terbebas dari lingkaran kekerasan yang tak kunjung berhenti.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *