TIMIKA, Nemangkawipos.com – Anggota DPR Provinsi Papua Tengah, Araminus Omaleng, melontarkan kecaman keras terhadap PT Honay Ajekwa Lorenz (HAL), perusahaan pengelola tailing di Mimika, yang dituding melakukan rekrutmen tenaga kerja secara tidak manusiawi dan menelantarkan anak-anak asli Papua.
Dalam pernyataan resminya, Sabtu (5/4/2025), Araminus menegaskan bahwa PT HAL telah melakukan eksploitasi terhadap puluhan pemuda Papua dengan dalih pelatihan dan pengembangan SDM, padahal faktanya hanya pendataan tanpa kepastian kerja.
“Ini bukan pembangunan SDM, tapi eksploitasi. Anak-anak Papua ditelantarkan, hidup tanpa dukungan, dan itu pelanggaran hak asasi manusia,” tegas Araminus.
Diketahui, sebanyak 65 pemuda yang dikirim ke Jawa untuk pelatihan kini dalam kondisi terlantar, kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan tempat tinggal. Araminus memberi ultimatum kepada PT HAL untuk memulangkan seluruh tenaga kerja tersebut dalam waktu satu minggu, atau pihaknya akan menempuh jalur hukum.
Selain itu, ia mempertanyakan legalitas operasional PT HAL yang disebut tidak memiliki izin dari PT Freeport Indonesia, Pemkab Mimika, maupun kementerian terkait. Ia juga mengkritik klaim perusahaan yang mengantongi rekomendasi gereja, namun tanpa melibatkan lembaga adat seperti Lemasa dan Lemasko.
“Ini bukan hanya persoalan legalitas, tapi juga etika dan penghormatan terhadap struktur sosial Papua. Rekrutmen harus terbuka dan libatkan tokoh adat,” ujarnya.
Senada dengan Araminus, tokoh pemuda Amungme Mimika, Viktor Senawatme, S.Pd, turut mengecam keras PT HAL. Ia menyebut proses rekrutmen tidak melibatkan pihak pemerintah, DPR, maupun pemilik hak ulayat.
“PT Freeport pun tidak tahu-menahu. Lembaga adat dan gereja yang disebut-sebut juga tidak diberi penjelasan dampaknya,” katanya.
Viktor juga memperingatkan soal lokasi pabrik PT HAL yang berada di tengah permukiman warga dan dekat dengan tanah ulayat Suku Iwaka. Menurutnya, potensi pencemaran akibat limbah tailing sangat besar dan perlu kajian ilmiah menyeluruh sebelum proyek dilanjutkan.
“Kalau tidak dikaji secara ilmiah, ini bisa sebabkan kerusakan lingkungan dan konflik sosial. Proyek ini harus dihentikan sementara,” tegasnya.
Ia menegaskan, pihaknya akan memanggil manajemen PT HAL setelah komisi DPR terbentuk. Jika perusahaan tidak menunjukkan iktikad baik, mereka akan menuntut penutupan proyek dan pemulangan seluruh tenaga kerja.
Dari sisi lain, keluarga para pekerja yang terlantar juga menyuarakan keprihatinan dan kekecewaan mereka. Mereka meminta agar anak-anak mereka segera dipulangkan dan PT HAL bertanggung jawab penuh atas kondisi yang dialami.
“Anak-anak kami hanya ingin pulang dengan selamat. Kalau perusahaan tidak sanggup urus mereka, lebih baik ditutup saja. Jangan korbankan masa depan generasi Papua,” ujar salah satu perwakilan keluarga.