Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaMasyarakat

Keberpihakan sebagai Jalan Etis Menuju Keadilan di Mimika

275
×

Keberpihakan sebagai Jalan Etis Menuju Keadilan di Mimika

Sebarkan artikel ini

Capt: Laurens Minipko. Foto: Redaksi

Oplus_0
Example 468x60

(Refleksi Filsafat di Balik Dorongan Raperda Perlindungan Hukum)

Oleh: Laurens Minipko

Perayaan HUT Mimika ke-29 bukan hanya ajang seremonial, tetapi juga momentum refleksi. Pertanyaan yang muncul: apakah pembangunan di Mimika telah memberi ruang adil bagi semua orang, atau hanya segelintir kelompok?

Baca Juga :

Dalam sebuah podcast bersama Nemangkawi Pos, Ketua Komisi I DPRK Mimika, Alfian Akbar Balyanan, menekankan pentingnya perlindungan hukum dan keberpihakan kepada masyarakat Amungme dan Kamoro, khususnya dalam kesempatan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Pernyataan ini sederhana, tetapi sarat makna filosofis: keberpihakan adalah jalan etis untuk menuju keadilan.

Keadilan Lebih dari Sekadar Formalitas

Filsuf politik John Rawls menegaskan bahwa keadilan adalah kebajikan utama institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Dengan kata lain, hukum tidak cukup hadir secara formal; ia harus mampu menjamin keadilan substantif. Keberpihakan kepada Amungme dan Kamoro bukan diskriminasi. Ia adalah koreksi etis untuk menyeimbangkan relasi sosial yang timpang akibat sejarah panjang marginalisasi.

Tanggung Jawab Moral Negara

Hans Jonas, filsuf Jerman, menulis bahwa setiap tindakan manusia harus selaras dengan keberlangsungan hidup umat manusia. Dari perspektif ini, keberpihakan kepada masyarakat adat bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan tanggung jawab moral. Negara wajib memastikan Amungme dan Kamoro tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang setara dengan warga lainnya.

Menghapus “Ketidakbebasan” Struktural

Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi, menekankan bahwa pembangunan sejati adalah pelebaran kebebasan manusia. Pembangunan berarti menghapus berbagai “unfreedoms” atau ketidakbebasan yang membatasi pilihan hidup manusia.

Dalam konteks Mimika, keberpihakan DPRD untuk memberi ruang khusus kepada Amungme dan Kamoro dalam rekrutmen ASN adalah upaya menghapus ketidakbebasan struktural yang selama ini membatasi akses masyarakat adat terhadap kesempatan.

Akar Kultural Mimika

Bagi Amungme, tanah adalah ibu yang memberi kehidupan dan wajib dijaga dengan adil. Bagi Kamoro, laut dan sungai adalah sumber pangan sekaligus ruang belajar tentang keseimbangan.

Kedua filosofi lokal ini mengajarkan bahwa keadilan adalah relasi timbal balik. Maka, keberpihakan politik bukan sikap eksklusif, tetapi cara menjaga keseimbangan sosial—sebagaimana Amungme menjaga gunung dan Kamoro menjaga laut.

Jalan Menuju Masa Depan

Di usia ke-29 tahun, Mimika ditantang bukan hanya membangun infrastruktur dan ekonomi, tetapi juga membangun keadilan yang hidup di hati masyarakatnya. Seperti diingatkan Rawls, ketidakadilan adalah ketimpangan yang tidak memberi manfaat bagi semua.

Keberpihakan kepada Amungme dan Kamoro adalah pijakan moral sekaligus simbol keberanian politik. Ia menandai keberanian memilih adil, meski sering bertentangan dengan logika mayoritas.

Penutup

Mimika hanya akan benar-benar menjadi Honai dan Karepau bagi semua bila setiap anak negeri mendapat ruang yang adil. Keberpihakan etis ini adalah tanda bahwa Mimika sedang belajar menuju “gerbang emas” sejati: masa depan di mana keadilan dapat diakses oleh siapa saja.

Komitmen DPRK Mimika untuk mengawal proses rekrutmen ASN dengan memberi ruang khusus bagi Amungme dan Kamoro merupakan fondasi moral dan filosofis bagi terwujudnya keadilan sosial. Inilah jalan etis yang harus ditempuh: keberpihakan sebagai pintu menuju keadilan.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *