TIMIKA,nemangkawipos.com – Anggota DPR Papua Tengah, Araminus Omaleng, kembali mengkritik PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait kondisi masyarakat di wilayah ring satu yang terdampak langsung oleh operasi tambang di Gunung Nemangkawi. Ia menyoroti bahwa meskipun Freeport telah beroperasi selama bertahun-tahun dan mengeruk emas di Tanah Amungsa, kesejahteraan masyarakat asli masih jauh dari kata layak.
Menurutnya, masyarakat di kampung Opitawak, Awarnop, Singa, dan Banti masih berjuang keras untuk bertahan hidup.
“Zaman sekarang kita harus terbuka. Faktanya, masyarakat di ring satu masih menderita. Mereka harus naik turun gunung berkilo-kilometer hanya untuk mendapatkan kebutuhan pokok. Setelah belanja di koperasi di titik tertentu, mereka harus kembali dengan perjalanan yang melelahkan,” ujarnya kepada wartawan Nemangkawipos, Kamis (20/2/2025).
Araminus mempertanyakan komitmen Freeport dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menantang perusahaan untuk membangun infrastruktur jalan beraspal guna mempermudah akses masyarakat.
“Saya tantang Freeport untuk membangun jalan aspal dari Duma ke Awarnop, Opitawak, dan Banti, serta dari Duma tembus ke Trans Nabire. Selain itu, jalan dari Agimuga ke Jila, Hoya, Singa, Bela, dan Alama juga harus segera dibangun. Ini penting agar masyarakat tidak terus-menerus hidup dalam kesulitan,” tegasnya.
Menurutnya, jika Freeport mampu membangun kawasan elit seperti Kuala Kencana, maka perusahaan seharusnya juga bisa membangun perumahan yang layak bagi masyarakat Amungme, yang merupakan pemilik tanah di sekitar tambang.
“Sejak tahun 2000-an, rumah-rumah masyarakat di tiga desa ini masih berbentuk rumah kayu sederhana. Freeport bisa membangun rumah mewah di Kuala Kencana, tapi kenapa untuk masyarakat asli tidak bisa?” lanjutnya.
Araminus juga mengkritik program Community Development (CD) Freeport, yang menurutnya hanya memberikan bantuan beras dan kebutuhan pokok secara sporadis, tanpa membangun solusi jangka panjang.
“Community Development Freeport harus bertanggung jawab dan menjalankan kewajibannya. Jangan hanya rutin mengirim beras ke kampung-kampung, itu bukan solusi. Yang dibutuhkan adalah infrastruktur yang nyata dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat,” katanya.
Menurutnya, Freeport dan pemerintah harus benar-benar menunjukkan komitmen terhadap kesejahteraan masyarakat asli Amungme, bukan sekadar mengklaim bahwa keberadaan tambang telah membawa kemakmuran bagi mereka.
“Kita sering dengar Timika disebut ‘kota dolar’, tapi masyarakat Amungme makmur dari mana? Hidup kami begini-begini saja. Ini harus segera dibenahi. Freeport harus hadir dengan solusi nyata, bukan sekadar janji,” pungkasnya.